Pendapat

  

    Di awal kisah diungkapkan dalam pupuh pertama "Sinom", Siti Jenar mendengar bahwa Ki pengging telah mengikuti kepercayaan yang sesuai dengan pendapatnya. Ki Ageng Penggingalias Raden Kebo Kenongo adalah cucu Raja Majapahit terakhir Brawijaya. Berita ini  tentu saja membuat Siti Jenar gembira. Dia segera pergi ke pengging untuk menemuinya.


   Setiba di Pengging, Siti Jenar menemuinya di masjid. Siti Jenar mengungkapkan bahwa sebenarnya sudah lama ingin menghadap Ki Pengging. Maksudnya untuk saling bertukar pikiran dan pendapat. Syekh merasa malu bila sesama orang yang bijaksana bertengkar karena berlainan pendapat.


   DARI cuplikan kisah tersebut kita mengetahui bahwa Siti Jenar menyadari bahwa ada perbedaan pendapat di kalangan para bijak atau para wali. Tentunya ada orang-orang yang sependapat dengannya, dan ada pula yang mengikuti pendapat para wali. Jika kita secara jujur mempelajari sejarah agama, maka yang berkembang di tengah perjalanan sejarah agama adalah buah pikiran dan pendapat ulamanya.


   Mari berandai, jika ketika Nabi Muhammad masih hidup hanya menerimah wahyu, dan Ali mencontohkan praktik keagamaannya, maka boleh jadi kita tidak melihat Islam seperti hari ini. Atau, jika hanya Abu Bakar yang memberikan contoh praktik keagamaannya, maka mungkin kita tidak menyaksikan Islam sebagaimana sekarang. Ali dan Abu Bakar adalah dua sosok yang menjadi induk pengamalan ahli tarekat. Kedua tokoh itu berhulu pada pribadi, yaitu Nabi Muhammad.


   Jadi jelas, tanpa adanya pendapat atau pikiran, wahyu tak akan memiliki bentuk aktual di dalam masyarakat agama. Orang Jawa(1) memyebut bahwa semua kitab suci itu disebut "kitab kering". Karena ia hanya menjadi petunjuk untuk memahami  ayat-ayat Tuhan yang nyata, baik yang ada di alam raya maupun di dalam diri manusia. Nah, otografi ayat-ayat yang tampak di alam ini [termasuk  di dalam diri manusia] adalah "kitab basah" [kitab teles]. Kitab badah derajatnya lebih tinggi daripada kitab kering. Kitab basah adalah sumber untuk memahami makna kehidupan ini.


   Dalam Alqur'an sendiri disrbutkan bahwa Tuhan akan memperlihatkan ayat-ayatnya, (2) baik yang ada di penjuru dunia maupun di dalam diri manusia. Dalam ayat itu kata "Tuhan" dinyatakan dalam bentuk "Kami" dan bukan "Aku". Kata "Kami" berarti Tuhan melibatkan ciptaan-Nya dalam mengungkapkan kebenaran diri-Nya. Atau, Tuhan menyertakan ciptaan-Nya untuk mewujudkan ciptaan-Nya yamg lain. Misalnya, Tuhan menciptakan manusia, maka perlu melibatkan bersatunya kedua orang dewasa yang berlainan jenis. Memperlihatkan ayat-ayat-Nya pada diri manusia, berarti melibatkan para ahli biologi/kedokteran untuk mengungkapkan kebenaran-Nya yang ada di dalam tubuh manusia. Tuhan juga menggunakan orang-orang yang mampu memahami hakikat diri mereka sendiri.


   Di ayat lain Tuhan juga memerintahkan manusia untuk membaca ayat-ayat-Nya(3) yang ada di dalam diri manusia. Ini artinya, untuk mengetahui ayat-ayat-Nya sangat yidak cukup jika hanya membaca kitab suci-Nya. Kitab suci semata-mata  tidak mengungkapkan kebenaran hidup manusia di tengah geografi dan lingkungan hidupnya. Untuk mengetahui kebenaran hidupnya, manusia harus membaca kitab suci sebagai langkah untuk masuk ke pemahaman yang lebih dalam. Yaitu memahami ayat-ayat-Nya yang digelar di jagat raya ini.


(1) Yang dimaksud dengan orang Jawa adalah pandangan yang berkembang di Jawa
(2) Q.S. [Alqur'an Surat] 41:53, "Kami akan memperlihatkan kepada mereka ayat-ayat Kami pada segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelas bagi mereka bahwa itu kebenaran".
(3) Q.S. Adz Dzariyat/ 51:21, "Apakah kamu tidak memperhatikan apa yang ada pada nafs-mu?"