Berdiri di atas opini

  

 Kehidupan manusia berbeda dengan kehidupan binatang. Binatang hidup menurut instingnya, realitanya. Jika lapar binatang mencari makan. Jika haus ia mencari air untuk minumnya. Dan, binatang tidak nemerlukan penyimpanan makanan, kecuali sebatas jebutuhan. Binatang juga tidak mengumpulkan berbagai macam benda untuk perhiasan dalam kehidupannya. Karena binatang hidup berdasarkan realita!


   Lain halnya dengan manusia, ia hidup di atas bangunan opini, pendapat. Manusia, pada umumnya, tidak mengetahui hakikat hidupnya sendiri. Manusia umumnya juga tidak mengetahui apa yang ada dibalik kematian. Manusia tidak mengetahui dengan pasti apa yang akan terjadi pada dirinya di hari esok, dikemudian hari. Karena itu ia perlu beransumsi, berandai-andai. Manusia melakukan spekulasi! Mula-mula manusia mengumpulkan harta-benda, sebagai bekal di hari nanti.


   Pikiran manusia berkembang terus. Mula'mula benda diterima apa adanya. Benda dipakai menurut manfaatnya. Kemudian benda diberi "nilai" diberi "aji" sesuai dengan tingkat kelangkaannya. Emas dihargai lebih mahal daripada perak, perunggu, dan besi. Batu-batuan yang hanya di tempat tertentu diberi nilai tinggi. Secara inyrinsik, yaitu keberadaan yang ada di dalam benda itu sendiri, Emas dan batu-batuan tidaklah berguna untuk hidup. Emas dan batu-batuan tidak bisa mengenyangkan perut. Tetapi manusia menaruh nilai pada benda-benda itu. Manusia berpendapat, "beropini", bahwa emas, perak, mutiara, dan batu permata harus diberi nilai lebih tinggi daripada bahan makanan untuk satuan berat atau volume yang sama.


   Pendapat telah menjadi kebenaran. Mula-mula hanya ada sekelompok orang yang berpendapat bahwa emas lebih bernilai daripada makanan. Karena pendapat itu lahir dari sekelompok orang yang berpengaruh, maka lahirlah kepercayaan. Orang menjadi lebih percaya pada emas daripada makanan. Meskipun makananlah yang membuat orang bisa mempertahankan hidupnya. Tetapi orang lebih percaya bisa hidup dengan sekilogram emas daripada sekilogram beras!


   "Tetapi kitap suci kan bukan pendapat? Kitab suci kan wahyu dari Allah? Jadi, ya tidak dapat disamakan dengan pendapat di antara sesama kita. Wahyu hanya diberikan kepada para nabi suci. Sedangkan pendapat bisa lahir dari siapa saja!"


   Jangan gusar dulu! Wahyu memang benar dari Allah. Wahyu dalam bentuk kitab suci hanya diberikan kepada nabi-nabi.(7) Nabi menerima kitab suci itu dengan bahasa kaumnya.(8) Dan, tentu saja sesuai dengan budaya dan konteksnya. Nabi perlu menjelaskan isi kitab suci itu sesuai dengan bahasa yang dapat dimengerti masyarakatnya. Nabi perlu bertafakur dan berpikir untuk dapat memahamkan ajaran yang dibawanya. Nabi perlu memberikan contoh yang kontekstual.


   Sepeninggal Nabi Muhammad, teks suci itu tidak berubah. Teks tetsebut dijaga dan dipelihara dengan menggunakan bacaan standar, yaitu bacaan Qureisy. Teksnya abadi, tak lekang oleh zaman. Di tempay tertentu teks tersebut masih cocok dengan konteksnya. Tetapi di tempat lain atau di zaman yang berbeda, boleh jadi bunyi teks itu tidak kontekstual, tidak pas dengan persoalan yang ada. Pada periode Khalifah Umar bin Khatthab, ayat yang mengizinkan tentara melakukan perampasan harta terhadap daerah yang ditaklukan, dianggap tidak sesuai lagi.


   Di zaman sekarang semua negara yang mayoritas Islam penduduknya, sudah turut serta meratifikasi, menyetujui "undang-undang anti perbudakan". Artinya, perbudakan sudah tidak legal, tidak sah lagi di dunia ini. Kita tidak boleh menjadikan seseorang berstatus "budak". Jadi, kita tidak boleh memanfaatkan ayat tentang "kebolehan menggauli budak". TKW tidak boleh dipandang sebagai budak!


   Pelarangan terhadap perbudakan adalah pendapat. Tetapi, pelarangan itu tidak lahir dari dorongan hawa nafsu. Pelarangan terhadap perbudakan merupakan salah datu esensi dari kitab suci. Ia lahir dari cita-cita mulia kemanusiaan. UU anti perbudakan itu memang lahir dari di PBB. Walaupun undang-undang iti bukan wahyu, tetapi dapat disetarakan dengan wahyu keabsahannya. Karena hakikkat dari wahyu adalah kebenaran, dan bukan ucapan yang lahir dari hawa nafsu [Q.S. Anjm/53:3-4].


   Nabi baru memang tidak diperlukan. Kitab suci baru pun tak dibutuhkan. Tetapi, pikiran yang jernih, pendapat bagi kemaslahatan umat tetap diperlukan. Persoalan yang dihadapi manusia tak pernah berhenti! Problema lama hilang, problema baru muncul. Dulu wanita yang belum menopause tidak akan bisa menjalankan puasa Ramadannya sebulan penuh, karena ada halangan menstruasi, haid. Sedangkan sekarang dapat diatur dengan pik KB, sehingga wanita dapat berpuasa dengan sebulan penuh.


   Perubahan kehidupan merupakan pendapat baru. Ada pencakokan organ tubuh, ada donor mata, ada donor darah. Semua itu memerlukan pendapat baru. Pendapat bagi keselamatan dan kemaslahatan umat. Bukan pendapat untuk menyulitkan kehidupan umat. "Berikan kemudahan, dan jangan menyulitkan orang", kata sebuah hadis Nabi. Pendapat dapat menyamankan, tetapi ada juga pendapat yang membuat derita. Nah, yang menyamankan, yang memudahkan, dan yang menimbulkan kesejahteraan umat, itulah pendapat yang tetap dibutuhkan.


   Ternyata, hidup manusia memang di bangun di atas pendapat, opini. Kehidupan masa kini harus berdiri di atas pendapat, opini dan pandangan masa kini dan pendapat lama yang masih relevan. Bila pendapat lama sudah tidak relevan lagi, maka pendapat itu harus diperbaiki, atau ditinggalkan. Lalu, di mana tempat kitab suci? Kitab suci tetap ditempatkan sebagai landasan untuk membangun pendapat baru. Karena itu, kitab suci terus-menerus perlu ditafsirkan! Hadis Nabi kita pelajari sebagai referensi, acuan untuk melahirkan pendapat yang bernilai. Karena baik kitab suci maupun hadis tidak lepas dari konteksnya yang berkembang di masyarakat.


   Nah, pendapat seseorang ternyata tak bisa dilepaskan dari pandangannya, filsafat hidupnya tentang kematian. Bagi orang etheis, mati adalah alami. Tak ada yang perlu dipikirkan apa yang terjadi di balik kematian itu. Bagi pemeluk agama Yahudi, Kristen, dan Islam, umumnya mereka berkeyakinan bahwa mati hanyalah peristirahatan sementara. Mereka akan dibangkitkan lagi pada hari yang mereka sebut "kiamat". Siti Jenar lain lagi dia memandang "hidup sekarang ini ada di alam kematian".


   Akhirnya, memang bukan kebenaran hakiki atau kebenaran harfiah suatu pendapat yang perlu kita perhatikan. Yang perlu kita perhatikan adalah apakah pendapat itu dapat menimbulkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi umat manusia, minimal bagi mereka yang meyakini kebenaran pendapat itu. Dan yang perlu kita tolak adalah pendapat yang bisa menimbulkan kriminalitas, kezaliman bagi manusia!.


(7)Tidak semua nabi menerima kitab suci. Bahkan banyak nabi yang tidak menerima kitab suci.
(8)Q.S. Ibrahim/14:4, "kami tidak mengutus seorang rasul pun kecuali dengan bahasa kaumnya..."

Komentar